Placebo sering kali disebut sebagai obat kosong, karena tidak mengandung bahan aktif yang memengaruhi kesehatan sama sekali. Bentuk placebo dapat berupa tablet, kapsul, atau cairan suntik. Namun, kandungannya hanyalah tepung, gula, atau larutan garam, bahkan mungkin hanya air putih.
Placebo adalah “obat palsu” yang bentuknya dibuat mirip dengan obat asli. Obat ini sering digunakan sebagai pembanding untuk menguji efektivitas suatu obat dalam uji klinis. Meski tidak mengandung obat apa pun, placebo bisa menimbulkan efek semu yang membuat penggunanya merasa lebih baik.
Kegunan Placebo dalam Penelitian Obat
Placebo sering digunakan dalam uji klinis obat atau vaksin untuk membantu peneliti memahami dan mengevaluasi efektivitas obat atau vaksin yang sedang diteliti dengan lebih baik.
Misalnya, dalam penelitian obat baru untuk menurunkan kolesterol, terdapat dua kelompok relawan. Satu kelompok diberi placebo, sedangkan kelompok lain menerima obat yang sedang diuji. Namun, tidak satu pun dari mereka mengetahui obat mana yang mereka terima.
Para peneliti kemudian membandingkan efek obat dan placebo pada dua kelompok tersebut. Dengan begitu, peneliti dapat menentukan kemanjuran obat baru dan melihat apakah terdapat efek samping dari obat tersebut.
Meski tidak mengandung bahan aktif, beberapa relawan yang mengonsumsi placebo bisa merasa bahwa penyakit atau gejala yang mereka rasakan membaik. Fenomena ini disebut placebo effect atau efek plasebo.
Placebo Effect dan Pemicunya
Beberapa riset menunjukkan bahwa sekitar 21–40% peserta penelitian klinis obat-obatan mengalami placebo effect. Efek ini bisa tercermin dari berbagai parameter, seperti perubahan detak jantung, tekanan darah, kondisi psikologis, intensitas nyeri, atau bahkan aktivitas otak.
Alasan mengapa bisa terjadi efek placebo masih belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang diketahui turut berperan dalam menyebabkan fenomena ini, yaitu:
1. Reaksi hormon
Ketika diberi placebo, otak akan menganggap bahwa obat tersebut dapat bekerja untuk mengatasi penyakit atau keluhan tertentu. Inilah yang membuat mengapa seseorang bisa merasakan perbaikan gejala, seperti berkurangnya rasa nyeri, sakit kepala, atau merasa lebih tenang.
Riset menunjukkan bahwa efek tersebut diduga karena placebo dapat merangsang otak untuk menghasilkan berbagai zat kimia, seperti endorfin, dopamin, oksitosin, dan serotonin, yang dapat memberikan efek pereda nyeri dan menenangkan pikiran.
2. Kebetulan
Gejala penyakit atau kondisi tertentu bisa muncul dan hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.
Efek ini juga bisa muncul di saat yang bersamaan dengan pemberian placebo, sehingga orang tersebut merasa bahwa placebo yang diberikan dapat meredakan gejalanya. Hal ini cukup sering terjadi pada para peserta penelitian obat tertentu.
3. Sugesti
Sugesti pikiran atau dukungan psikologis juga berperan dalam munculnya efek placebo. Di kalangan peserta penelitian, reaksi placebo akan lebih mudah terjadi apabila ia meyakini bahwa “obat” yang diberikan dapat meringankan gejala atau mengobati penyakitnya.
Sebaliknya, ketika mereka bersikap skeptis atau tidak yakin dengan efek obat yang diberikan, efek placebo pun akan lebih sulit muncul.
4. Jenis placebo
Umumnya, relawan yang menerima placebo dalam bentuk suntik, akan mengalami placebo effect yang lebih kuat daripada orang yang minum pil atau kapsul placebo. Ini kemungkinan berkaitan dengan persepsi seseorang yang menganggap bahwa obat suntikan dapat bekerja lebih baik dan cepat dibandingkan obat minum.
5. Hubungan dokter dan pasien
Nada suara, pemilihan kata, bahasa tubuh, dan kontak mata dengan dokter dapat membuat seseorang percaya dan yakin akan khasiat obat placebo yang dikonsumsinya.
Ini diduga berkaitan dengan efek sugesti dari placebo yang dapat membuat relawan merasakan efek tertentu, meski ia tidak mendapatkan obat asli.
Walau bisa memengaruhi kondisi seseorang yang menerima obat, placebo effect dianggap sebagai tanda kegagalan dari suatu pengobatan.
Jika obat asli dan placebo memberikan hasil yang sama, baik positif atau negatif, maka obat tersebut dianggap tidak efektif. Peneliti akan sulit membedakan mana efek placebo dan mana efek obat yang sebenarnya selama penelitian.
Pada kasus tertentu, placebo juga bisa dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk terapi untuk meringankan gejala yang dikeluhkan pasien.
Beberapa riset menunjukkan bahwa efek placebo bahkan bisa hampir sama dengan efek obat asli dalam meredakan nyeri, mengurangi rasa cemas, meringankan depresi, serta mengatasi gejala gangguan psikosomatis. Meski demikian, hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut.
Placebo memang bisa membuat seseorang merasa lebih sehat, tetapi obat ini bukanlah obat yang sebenarnya. Jika Anda sedang menderita suatu penyakit, disarankan untuk pergi ke dokter guna mendapatkan pengobatan yang tepat.
alodokter/ dr. Kevin Adrian
Posting Komentar