b9XScSiP5uprs4OZDaq3ViZP3v7bKOTFGF0XWHYM
Bookmark

Sejarah Singkat Nama Kabupaten " Sarolangun "

Sejarah Singkat Nama Kabupaten " Sarolangun "


Sekilah Tentang Sarolangun 
Sarolangun merupakan kabupaten yang dilalui oleh jalur Jalan Lintas Sumatra. Karena letaknya yang strategis tersebut, maka kabupaten ini menjadi suatu tempat yang bisa diperhitungkan untuk membuka lahan usaha. Perekonomian kabupaten yang memiliki semboyan "sepucuk adat srumpun pseko" ini sabagian besar berasal pertanian dan sumber daya alam yang berupa minyak bumi, batu bara, dan emas.
Dengan Luas wilayah administratif Kabupaten Sarolangun meliputi 6.174 Km², terdiri dari dataran rendah 5.248 km2 (85%) dan dataran tinggi 926 km2 (15%). Secara administratif pada awal berdirinya kabupaten Sarolangun terdiri atas 6 kecamatan, 4 kelurahan dan 125 desa. sampai dengan tahun 2010 Kabupaten Sarolangun terdiri dari 10 kecamatan, 9 kelurahan, dan 134 desa dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 246.245 jiwa dengan kepadatan penduduk 40 jiwa/km2, rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun mencapai 3,32 persen. Dan proyeksi BPS jumlah penduduk Sarolangun tahun 2019 berjumlah 301.908 jiwa dengan kepadatan 48,88 jiwa/km2.

Berikut Kisah Awal mula Penamaan SAROLANGUN 

Pada Zaman Dahulu, sebelum agama Islam masuk kedaerah Jambi, ada sebuah dusun yang terletak di pinggir sungai Batang Asai, Dusun ini bernama Ujung Tanjung, karena letaknya diujung tanjung Tembesi.
Sejak zaman Hindu Dusun Ujung Tanjung sudah terkenal wilayah ini. Karena menjadi pusat pemerintahan segala batin (negeri) dikawasan ini. Betapa tidak, rakyatnya sangat taat dan patuh kepada adat dan pemimpinnya.
Kepala Dusunnya dipimpin oleh seorang Rio yang bergelar Datuk Bagindo Tuo. Kala itu tidak sembarang orang biasa jadi kepala Dusun atau Rio. Yang dapat adalah orang yang berilmu dan sakti di takuti dan dihormati oleh rakyatnya.
Karena Ujung Tanjung menjadi Pusat pemerintahan segala Batin (negeri). Di situ didirikan sebuah tempat bermusyawarah yang dinamakan balai panjang sampai sekarang ungkapan Balai Panjang ini disebut dalam kata-kata adat di Sarolangun yang berbunyi “Ujung Tanjung Saribulan, bakuto pinang balarik, idak pasih bategak rumah, pasih bategak Balai Panjang, disitu tempat kusut basalesai, silang tempat bapatut”.
Bulan berganti tahun, tahun berganti abad, dari zaman Hindu masuk Islam, daerah Jambi diperintah oleh seorang raja Jambi yaitu Sulta Thaha, dimasa pemerintahan sultan Thaha inilah nama Dusun Ujung Tanjung disebut Ujung Tanjung Sari Bulan.
Pasalnya ketika rombongan kerajaan melayu Jambi yaitu Sultan Thaha dengan rombongan armada perahu kajang lakonya menelusuri sungai Batanghari kehulu dan masuki sungai Batang Tembesi untuk meninjau daerah dan rakyatnya, sampailah ke Dusun Ujung Tanjung.
Rombongan di sambut oleh rakyat sebagaimana layaknya menyambut seorang raja. Sulta Thaha menjadi tamu Datuk Rio Bagindo Tuo lengkap dengan pengawal hulubalang tangguh yang datang dari dusun-dusun sekitarnya seperti dari Bathin VIII, Bathin VI, Bathin Pengambang, dan lain-lain.
Rombongan Sultan Thaha tiba diujung Tanjung ini tepat pada tanggal 1 hari bulan ketika itu. Maka sejak itu pulalah ujung tanjung di sebut Ujung Tanjung Sari Bulan.
System pemerintahan didusun Ujung Tanjung Sari Bulan ketika itu adalah Sistem pintu Gerbang, karena Ujung Tanjung menjadi segala pusat pemerintahan segala Bathin, bagi para tamu dari luar daerah tidak boleh langsung datang ke Ujung Tanjung Sari Bulan.
Tetapi harus menghadap dan melapor Datuk Rio Depati Singo Dilogo kepala pemerintah di desa Lidung. Desa Lidung ini terletak kira-kira 5 km kehilir sungai Tembesi.
Apabila sudah ada izin dari Rio Lidung ini, barulah tamu tadi dating ke Rio Datuk Bagindo Tuo di Ujung Tanjung Sari Bulan. Pada masa ini pulalah dusun Ujung Tanjung ini berubah nama menjadi SAROLANGUN, 
Suatu ketika ada dua orang tamu dari daerah Musi Rawas berasal dari dusun Suro. Kedua orang ini ingin bertemu dan menghadap Rio Datuk Bagindo Tuo di Ujung Tanjung tersebut.
Mereka ingin bertemu untuk silaturrahmi dan ingin menuntut ilmu kesaktian dengan Datuk Rio. Sebelum mereka ke Ujung Tanjung Saribulan sudah menjadi ketentuan haruslah melapor terlebih dahulu kepada Rio Dusun Lidung.
Transportasi atau hubungan antar dusun ketika itu terutama melalui sungai. Sedangkan hubungan darat sangat sulit karena belum ada jalan seperti saat ini, yang ada semak belukar bahkan masih hutan belantara.
Ketika kedua orang Suro ini menuju Dusun Lidung haripun sudah hampir malam. Terpaksalah kedua orang ini istirahat dan bermalam di tenggah hutan ini yang bernama hutan Senaning.
Sore harinya itu sempat pula kedua orang ini bertemu dengan dua orang penduduk Dusun Lidung yang mau pulang dari mencari rotan. Sanak datang dari mana dan tujuan mau kemana, sapa orang Lidung kepada kedua orang Suro ini. Kami datang dari Dusun Suro Musi Rawas mau menghadap Datuk Rio Depati Singo Dilago di Dusun Lidung, jawab kedua orang Suro ini, karena hari sudah senja dan Dusun LIdung masih jauh, maka bermalamlah kedua orang suro ini di hutan Senaning.
Sesampainya di Dusun Lidung, kedua pencari rotan tadi melapor kepada datuk Rio bahwa di hutan Senaning ada tamu bermalam disana dan mau menghadap Datuk Rio. Oleh datuk Rio diperintahkanlah aling-aling atau pesuruhnya untuk menjemput dan membawa kedua orang Suro tadi ke Dusun Lidung.
Setelah tiba di tempat bermalamnya orang Suro itu ternyata sudah tidak ada lagi di tempat itu. Sedangkan perintah Rio kalau belum ketemu harus di cari terus di dalam hutan itu. Sudah dua hari utusan berkeliling hutan itu, namun orang itu tidak di ketemukan. Akhirnya para pencari inipun pulanglah ke dusun Lidung dan member tahu Rionya bahwa kedua orang itu sudah berpindah dari tempatnya.
Beberapa hari kemudian didapat berita oleh Rio Dusun Lidung bahwa kedua orang Suro itu, telah bermalam dan berpindah kedusun Ujung Tanjung Sari Bulan. Bermalam dan Berpindah dalam bahasa dusun itu di sebut MELANGUN.
Dikarenakan peristiwa melangun ini terjadi di dusun Ujung Tanjung Sari Bulan maka dusun Ujung Tanjung Sari Bulan pun berubah nama menjadi Suro Melangun. Lama kelamaan disebabkan logat dan ejaan orang dusun SURO MELANGUN berubah menjadi SAROLANGUN, Begitulah Cerita singkat awal dari Penamaan " Sarolangun " 

Salah satu Kabupaten di provinsi Jambi, Indonesia. Luas wilayahnya 6.174 km² dengan populasi 301.908 jiwa (2019).[1] Kabupaten ini beribu kota di Sarolangun. Sarolangun resmi berdiri pada tanggal 10 Oktober 1999 yang berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 1999 tentang pembentukan kabupaten Sarolangun, kabupaten Tebo, kabupaten Muaro Jambi, dan kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Sebelumnya, kabupaten Sarolangun dan kabupaten Merangin tergabung dalam Kabupaten Sarolangun-Bangko, selanjutnya diperkuat dengan keputusan DPRD Provinsi Jambi Nomor 2/DPRD/99 tanggal 9 Juli 1999 tentang pemekaran Kabupaten di Provinsi Jambi.

jika dari para pembaca ada yang memiliki lebih banyak informasi tentang sejarah Kabupaten Sarolangun silahkan menambahkan dikolom komentar

wikipedia
Posting Komentar

Posting Komentar